Kamis, 03 November 2011

When Dream Come True…Papua?

Selamat datang Jayapura


Catatan perjalanan ke Papua

Keberangkatanku ke Papua untuk pertama kalinya di bulan Juni 2009 bisa dibilang surprise atau give dari yang di-Atas atau tombo ati, aku tidak tahu.

Semua berawal ketika baru beberapa hari aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari tempat bernaungku mencari duit selama lima tahun terakhir disebuah radio penyiaran lokal yang ada di Semarang. Juga tak lama aku ketiban apes karena gadget yang lumayan canggih dan biasa kugunakan untuk menyimpan semua tetek bengek hal nggak penting sampe hal penting terorganiser di dalamnya. Harus amblas karena keteledoranku. Aku mengambil uang di ATM dan menaruh hape di mesin anjungan. Setelah selesai, aku ngacir begitu saja karena terburu-buru dan melupakan barang berhargaku di situ. Setelah ku urus aku menyaksikan dengan jelas dari kamera CCTV seorang laki-laki muda mengambil dan mengantongi hapeku dengan tenangnya..dan aku nggak bisa berbuat apapun kecuali mengumpat....siiiaaall.

Setelah itu, rasa malas, jengkel dan emosi tingkat tinggi menderaku. Dan tempat paling nyaman adalah kamar. Untuk beberapa hari aku lebih suka menghabiskan waktu di kamar. Selain karena aku baru kehilangan pekerjaan juga hape, plus mood. Pekerjaan lain sebagai koresponden radio asing bisa kulakukan tidak setiap hari. Bisa dibilang hidupnya saat itu santai dengan kantong yang santai pula.

***
Siang (sekitar pukul 14.00) teman koresponden yang ada di Jakarta menelepon.
”WWF ngajak ke Papua Non, mau nggak? Sayang lho kalau nggak diambil. Kalau mau aku konfirm ke panitia. Nanti yang ngatur dari Jakarta,” kata Zaki di pemilik suara di ujung telepon soakku (untung aku punya beberapa gadget cadangan).

”Whaat??!! Papua. Re u kidding me?. Serius nih!.”
Ternyata WWF mengundang wartawan dari Radio Deutsche Welle Jerman untuk ikut media trip monitoring penyu Belimbing ke Papua. Nah, karena Zaki, koresponden di Jakarta harus stand by makanya dia memintaku untuk berangkat.

Kaget dan nggak percaya, apalagi emang dah lama ngimpiin pengin ke Papua. Kayak apa sih rasanya menginjak dan menghirup udara Papua. Kapan ada yang gratisin ke sana..hihiiii.

Dan ternyata, Tuhan mendengar ocehanku. Nggak lama kemudian aku iyakan saja meski persetujuan restu dari emak cukup alot. Menurutnya, Papua itu menyeramkan dan menakutkan. Mungkin karena ia mendengar hal-hal yang negatif di televisi tentang Papua. Aku hanya meyakinkan bahwa aku di sana 1000% dijamin.

Tanpa pikir panjang lagi, aku bergegas ung menyiapkan equipment yang harus kubawa mengingat jalur ke lokasi tujuan itu butuh tantangan berat. Yang jelas baju ganti, jaket, sendal gunung, back pack, carriel, dsb lah.

Belum lagi aku harus segera terbang ke Jakarta karena kami akan berangkat ke Papua dengan pesawat Wing Air pukul 05.00 pagi esok hari. Siang itu pula aku harus cari-cari tiket pesawat. Dengan bantuan teman aku berhasil dapat tiket Garuda dan terpaksa harus membayar mahal tiket seharga hampir Rp 900 ribu..padahal lagi bokek (kan udah nggak jadi karyawan lagi..)...hihiiii. Apa boleh buat bukan. Yang penting aku bisa mabur...ke Papua...
Gila juga batinku karena cuman butuh persiapan enam jam sejak Zaki nawarin hingga aku naik pesawat Garuda yang terakhir pada pukul 20.00)

Sampai di Jakarta, aku memilih menginap di apartemen (sebenarnya sih rumah susun..hiii) milik Zaki di kawasan Jakarta Barat. Lebih dekat dari bandara dibanding rumah kakak di Pasar Minggu, jakarta Selatan.

Subuh, di bandara beberapa tim dari WWF dan sejumlah wartawan dari media nasional (Metro Tv, Antara, Kompas, Radio Perancis) yang ikut media trip sudah menunggu. And nggak lama kemudian,  we fly....
Pesawat berbadan lebar cukup nyaman kami rasakan. Kami sempat transit di Bandar Udara Hasanuddin Makasar dan makan nasi goreng keras di ketinggian 34 ribu kaki sebelum kami tiba di Bandar Udara Domine Eduard Osok Sorong, Papua Barat.

Cuaca begitu menggembirakan. Cerah itu artinya aman (setidaknya buatku karena pesawat nggak akan goyang dombret. Tapiiiii....mungkin 10 menit sebelum mendarat, dari balik corong, suara merdu pramugari meminta kami untuk mengencangkan sabuk pengaman karena cuaca buruk. 

Waaaakkk....perasaan tadi cerah, kenapa cuaca cepat berubah...

To be continued...on part 2

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar