Sabtu, 21 September 2013

Lompatan (Tak Selalu) Indah


Pasir Timbul Raja Ampat
Suatu malam ketika kami bersantai di Raja Ampat Dive Lodge, teman seperjalananku  berseru sambil menunjuk  teman sekolahnya di Birmingham bernama Michael yang kebetulan nongol di televisi.
“Yah, lompatanmu gagal lagi,” ungkapnya sedikit kecewa kepada atlet yang tengah berlaga di sebuah kejuaraan lompat indah tingkat dunia yang ditayangkan live di jaringan televisi berbayar.
Hmm, aku hanya bergumam setelah melihat lompatan Michel di atas kolam. “Manuver putaran tiga kali dari tubuh lenturnya masih dibilang gagal?”

Selintas kemudian pikiran dan ingatanku berkelana pada rentetan peristiwa yang aku alami. Seperti Michael yang harus berjuang keras memperebutkan medali. Beberapa bulan terakhir ini aku justru diberi berkah kemudahan  untuk membuat lompatan indah dalam hidup. Merasakan banyak hal baru yang “wah” dan menyenangkan.

Berkah luar biasa yang justru sering kutemui dan datang dengan tiba-tiba seperti jidat gejedot kaca ketika memasuki ruangan karena nggak memperhatikan kondisi sekitar. Petualangan demi petualangan baru  terus mempercantik lompatanku hingga beberapa teman sering mengucap kata “ how lucky you are”.

Yes, im the lucky one karena nggak semua orang bisa mendapat kesempatan seperti diriku. Tapi tahukah bahwa sebenarnya  kesempatan itu telah kuciptakan jauh hari meski tanpa aku sadari sebelumnya. Dan kalaupun tiba-tiba aku memanen kesempatan itu, Alhamdulillah ya..begitu kata Syahrini, hihii.

Ya, begitupun dalam hidup. Orang hanya melihat energi positifku menikmati lompatan indah  yang “blink-blink” itu terpancar karena orang juga nggak pernah tahu di balik lompatan itu, aku juga sering membuat manuver salah dan “gagal” seperti yang dialami Michael. Orang nggak melihat “how stress i am” atau betapa saya ingin “misuh” pada orang yang sok berwibawa bermental serigala, (maaf).

Energi negatif seperti itu tentu saja harus kusimpan sendiri atau bahkan kumuntahkan sendiri tanpa seorangpun tahu karena aku nggak ingin mengumbar hal yang hanya akan merusak lompatan indahku.
Apalagi Bu Dwi, dosenku memberi contoh ketika menjelaskan  salah satu teori komunikasi itu bilang “Apapun yang kita lakukan itu sudah terbaik dan  yang harus kamu ingat bahwa semangat hidup itu indah. Berpikirlah positif.”

Ya, sadarlah bahwa hidup itu indah dan tidak perlu merisaukan hal-hal yang mengusikmu. Anggap aja itu cuman kerikil yang bisa diisingkirkan dengan kaki. Itu hanya keringat yang bisa diseka dengan tisu. Atau air pasang yang nanti juga akan surut lagi.

Tapi aku juga kagum dengan Om Berjoez, guide kami yang membawa kami mengelilingi kawasan Waisai Raja Ampat itu memamerkan kebolehannya melompat indah selepas kami menikmati pulau karang di Fainemo. Dia berdiri di atas boa, melepas kaosnya dan sesaat kemudian memutar tubuhnya dua kali sebelum tercebur ke air. Padahal ketinggian dari boat hingga air hanya sekitar tiga meteran!

Dan itu membuat saya terus termenung di sepanjang perjalanan menuju resort tempat kami menginap di pulau Mansuar. Diantara ombak yang tergerus deru mesin boat, jutaan bintang di langit dan  kerlip ubur-ubur di malam itu. What a wonderful life…

Dan yakinlah bahwa kamu juga bisa melompat dengan indah. Meski kadang lompatan itu nggak selalu bisa memuaskan dirimu dan orang di sekelilingmu. (non)

Minggu, 28 April 2013

Ketika Jantung Bergejolak...The Winner is...



next destination
Entah kenapa saya nggak punya passion untuk mengikuti segala macam yang namanya lomba yang berbau tulis menulis. Meskipun aktivitasku selama ini nggak jauh dari urusan ketak ketik

Meski begitu aku pernah ikut lomba tapi  bisa dihitung dengan lima jari. Kalau nggak salah ingat  hanya dua kali. Yang pertama lomba karya jurnalistik Indonesia Radio Award pertama yang diadakan tahun 2009 lalu. Pemenangnya temen baikku sendiri, satu pelatihan dan satu tim mentor. Sedangkan liputan investigasiku tentang limbah batik cuman nongol jadi finalis, hehee.

Yang kedua lomba karya jurnalistik yang diselenggarakan UNDP 2009  tema Keadilan dan HAM. Dan lagi-lagi belum berbuah manis dengan kemenangan. Dan cuman disebut-sebut sebagai salah satu finalis. Pemenangnya ya teman di radio jaringan di Jakarta.

Selasa, 23 April 2013

Kehilangan Itu...


my shawl


Pernah kehilangan sesuatu, seseorang atau apa pun yang kamu anggap penting? Aku yakin pasti udah pernah meskipun yang hilang itu hanya flashdisk atau bolpoin. Kalau saya sih nggak hanya sekali, tapi bertubi-tubi.
Rasanya? Jangan tanya deh, seperti orang putus cinta, hahaha.... Nggak enak makan dan tidur, ingin marah, nangis. Sebal dengan diri sendiri bahkan meratapi kehilangan itu hingga berhari-hari. Hiks!

Meski itu hanya sebuah syal? Ya, aku masih ingat ketika barang yang semestinya terlilit di leher justru nongkrong di atas tas yang terselempang di pundak. Dengan santainya melenggang turun dari kereta di stasiun Bandung tanpa menyadari benda peninggalan seorang kawan yang kudapat tahun lalu itu melayang dengan suksesnya entah ke mana. Sialnya, baru kusadari benda kesayangan itu lenyap setelah menikmati secangkir kopi di kafe ruang tunggu stasiun.

''Tolong tanyain portir yang lewat di jalur ini. Harganya sih nggak seberapa tapi syal itu sangat berarti bagi saya,'' ujarku pada portir yang bersedia membantu mencarikan syal asal Lombok.

Minggu, 17 Maret 2013

Backpacker Wanna Be

its me


Jujur, setiap kali membaca kisah perjalanan para backpacker dunia, aku selalu takjub. Ya, keberanian, tekad dan kegilaaan menikmati pilihan hidupnya membuatku ngeces dan penasaran ingin mengikuti jejak gila mereka. 

Mereka bukanlah backpacking yang memanfaatkan liburan, cuti kemudian kembali ke kampung halaman. Tapi meninggalkan rumah dan hidup nomadik dari satu tempat ke tempat lainnya secara kontinyu.

Nggak punya alamat tetap! Ya, melakukan perjalanan tanpa beban. Asyik dan nggak ribet memikirkan tetek bengek macam highheels, make up tebal, hengot, party, bla..bla..bla.... Bekalnya cuman tas gendong alias ransel seberat 12 kilogram di punggungnya yang berisi pakaian secukupnya dan keperluan lain yang memang benar-benar penting kayak baju renang dan alat mandi, hehee.

Senin, 11 Maret 2013

Tips ke Papua…




Tips en trik ketika berada di Papua sebenarnya tergantung ke mana arah angin membawamu. Maksudnya, tergantung wilayah yang  kamu tuju. Tapi secara umum sih ini ini juga bisa menjadi referensi

Nah, aku cerita saja soal pengalamanku dua kali pergi ke Papua

Pengalaman pertama:
Tujuanku ke Papua Barat, tepatnya ke Abun.
Ini trip nekat. Bagaimana nggak. Aku hanya butuh waktu empat jam untuk meng-iyakan pergi, persiapan dan berangkat menuju bandara A Yani Semarang. Tentu saja termasuk meyakinkan si emak dan mencari tiket ke Jakarta. Jujur aja kalau bisa dibilang aku nekat dan tanpa persiapan. Apalagi ternyata medan yang di sana butuh fisik plus..nekat tadi, hehe.

Melanjutkan Perjalanan




Gleek, tentu aja mulut kami langsung terkunci rapat mendengar ancaman yang nggak main-main.
Om Barnabas langsung turun tangan en jelasin kesalahpahaman si pemilik parang. Lebih kurang setengah jam semudian suasana ’’mencekam’’ udah bisa terkontrol kembali. Beberapa orang penduduk asli pergi meninggalkan kami.

Dengan kondisi kayak gitu, tentu aja kami memilih diam dan menyingkir perlahan. Permasalahan kemudian diselesaikan tim WWF.

Karena nggak ada yang ngomong banyak, akhirnya aku dan beberapa temanpun ikut menyingkir dari arena pertempuran. Kami memilih jalan-jaan di sekitar kampung. Melihat aktivitas warga yang jumlahnya tak seberapa. Anak-anak kecil bertelanjang dada berlarian.

Dan melihat sisa gempa di Manokwari yang meruntuhkan seuah sekolah satu-satunya di sini. Ya, anak-anak terpaksa tak bisa merasakan belajar dengan nyaman di gedung sekolahnya yang nyaris roboh. Sebagai gantinya beberapa tenda doom dipasang tak jauh dari bagunan sekolah. Tenda-tenda itu dipenuhi kursi dan menjadi sarana belajar sementara. Sungguh miris..