Minggu, 17 Maret 2013

Backpacker Wanna Be

its me


Jujur, setiap kali membaca kisah perjalanan para backpacker dunia, aku selalu takjub. Ya, keberanian, tekad dan kegilaaan menikmati pilihan hidupnya membuatku ngeces dan penasaran ingin mengikuti jejak gila mereka. 

Mereka bukanlah backpacking yang memanfaatkan liburan, cuti kemudian kembali ke kampung halaman. Tapi meninggalkan rumah dan hidup nomadik dari satu tempat ke tempat lainnya secara kontinyu.

Nggak punya alamat tetap! Ya, melakukan perjalanan tanpa beban. Asyik dan nggak ribet memikirkan tetek bengek macam highheels, make up tebal, hengot, party, bla..bla..bla.... Bekalnya cuman tas gendong alias ransel seberat 12 kilogram di punggungnya yang berisi pakaian secukupnya dan keperluan lain yang memang benar-benar penting kayak baju renang dan alat mandi, hehee.
 
Lalu tinggal di hostel dan losmen murah, beli makanan di street food, jalan kaki, naik bis atau subway, nggak ngotot membeli suvenir dari setiap tempat yang dilewati. Bahkan mencari WiFi gratis di tempat umum untuk browsing lokasi setempat, hingga hunting harga tiket promo dan booking ini itu karena nggak terpaku pada  tujuan atau rute tertentu. Tapi kejeliannya juga menghasilkan kemewahan.
 
Terbang tanpa mengelurkan isi dompet,  naik  kapal pesiar dari Amerika ke Eropa dengan harga jauh lebih  murah dibanding penerbangan termurah. Makanan enak, pertunjukan tiap malam, dan berhenti di berbagai lokasi eksotik di pulau-pulau di Laut Karibia, Samudra Atlantik, dan Laut Mediterania. 

Meski bukan cita-cita, keinginan backpacking menggebu. Pergi kayak kutu loncat dengan tas di punggung. Pasti keren. Nampaknya sangat mudah dan gampang ya. Modal yang bisa ditebak sih urusan betah melek semalam suntuk mantengin laptop untuk berburu tiket gratis.

Tapi, apakah benar begitu? Tentu saja nggak. Soal baju emang nggak masalah, hehe. Tapi sejujurnya banyak hal yang harus dipersiapkan dengan matang. Apalagi untuk backpacker tak bermodal harta seluas samudra. Butuh kesabaran untuk meraih itu semua. 

Ya, gaya traveling tiap orang memang berbeda. Seperti halnya hidup. Setiap orang punya cara dan tujuan untuk memilih hidupnya. Memilih mana yang nyaman menurut dirinya, meski kadang juga diuber-uber untuk memuaskan kenyamanan orang lain demi imej dan gengsi. 

Terus, bagaimana bisa mendanai traveling jangka panjang mengingat nggak tahu berapa lama dan akan tinggal dimana. Itu sama saja dengan bertanya bagaimana menghidupi dirimu tanpa kekhawatiran? Kalau ini sih nggak hanya butuh waktu panjang untuk menjawab tapi ribet deh mikirnya, hihii.

Sampai pagi ini kubaca kicauan nyentil di twitter, begini bunyinya: Aku bersyukur keluargaku yang sederhana itu nggak pernah menuntutku mencari duit hingga kaya. Mami bilang: yang penting kamu bekerja dengan senang hati.”

Ya, dengan senang hati apapun yang kamu lakukan dalam hidupmu akan menjadi berarti. 

-non-





Tidak ada komentar:

Posting Komentar