Indonesia merupakan rumah bagi enam dari tujuh spesies penyu yang ada di
dunia. Dua di antaranya adalah penyu Belimbing dan penyu Lekang. Dua
spesies yang terancam kepunahan tersebut kerap ditemukan di pantai
Jamursbamedi dan Pantai Warmon yang berada di kawasan Konservasi Abun,
Papua.
Pantai-pantai itu menjadi tempat peneluran terbesar di Pasifik Barat. Mereka datang dan bertelur sepanjang tahun.
Sangat menggembirakan ketika saya berkesempatan mengikuti perjalanan
Tim Konservasi Penyu World Wild Fund of Nation WWF di Papua pada musim
peneluran. Tujuannya untuk memonitor penyu Lekang dan penyu Belimbing.
Bersama rombongan, pukul 07.00 WIT, saya berangkat dari Pelabuhan Perikanan Sorong dengan menggunakan speedboat menuju pantai peneluran penyu di kawasan Konservasi Abun. Tepatnya di pantai Jamursbamedi dan Warmon yang terletak sekitar 200 kilometer dari kota Sorong. Cuaca pagi itu cukup cerah. Kami sengaja berangkat pagi karena lamanya perjalanan dan harus berpacu dengan besarnya ombak di laut utara Papua.
Perjalanan menuju lokasi tempat peneluran penyu bukanlah perkara mudah. Tidak ada alternatif lain menyusuri bentangan laut ”Kepala Burung” Papua selain dengan perjalanan laut.
Setelah menempuh waktu selama 10 jam, speedboat yang kami tumpangi
akhirnya merapat di Kampung Wau Distrik Abun Sorong. Kampung dengan
penduduk 36 KK ini adalah lokasi terdekat dengan Pantai Warmon dan
Jamursbamedi.
Kami tidak langsung menemukan penyu yang kami cari. Untuk memantau
keberadaan penyu kami kembali harus melanjutkan perjalanan dengan
speedboat selama 2 jam menuju Jamurbamedi, sedangkan Pantai Warmon
terpaksa tidak bisa kami jangkau karena tingginya air pasang dan
ombaknya terlalu besar.
Perlu diketahui, kedua pantai tersebut dikenal sebagai tempat peneluran
penyu yang masih alami. Dengan pasir putih dan suhu panas, sangat cocok
sebagai tempat penyu bertelur, hingga menetas menjadi tukik. Menurut
warga setempat, kedua pantai itu sudah disinggahi penyu-penyu sejak
ratusan tahun silam.
Berbeda dengan puluhan tahun lalu ketika orang-orang bisa menyaksikan
penyu bertelur di siang hari, sekarang penyu hanya bisa ditemui pada
malam hari. Karena itu, kami pun masih harus bersabar menunggu malam
tiba. Waktu menunjukkan sekitar pukul 10 malam. Penyu sangat sensitif
terhadap cahaya, sehingga kami hanya berbekal pencahayaan minim.
Ditemani lampu senter dan cahaya bintang kami mulai menyusuri bibir
pantai Jamursbamedi sepanjang 18 kilometer.
***
MAKA pencarian pun dimulai. Untuk memudahkan pencarian biasanya Tim
Konservasi Penyu menyebar patroli di beberapa titik lokasi peneluran
penyu. Dengan cara mengidentifikasi jejak mereka ketika naik ke darat
maupun kembali ke laut. Jejak ketika naik ke darat dan kembali ke laut
bisa dibedakan dari bekas gerakan sirip depannya. Dengan cara itu,
tempat penyu bertelur dapat ditemukan.
Dua jam kemudian, kami berhasil mengidentifikasi jejak penyu Lekang
seberat 70 kilogram yang akan bertelur. Kami pun mulai mengamati proses
peneluran hingga selesai. Mulai dari menentukan lokasi sarang hingga
kembali ke laut. Penyu berjalan dengan sirip depan sejauh lebih kurang
10 meter dari bibir pantai, kemudian dengan sirip belakang penyu mulai
menggali lubang sarang sedalam 60 centimeter. Butuh waktu sekitar 40
menit untuk mengeluarkan 80 telur sebesar bola pingpong. dan kemudian
menutup sarang dengan pasir.
cap : Penyu Lekang sedang bertelur. Coba bandingkan besar telurnya dengan mic ini
Sebelum kembali ke laut, penyu membuat sarang kamuflase atau sarang
tipuan untuk mengelabui para predator seperti manusia, biawak, dan babi
hutan. Biasanya sarang penyamaran hanya berupa bekas gerakan memutar
sirip depannya yang berjarak sekitar dua meter dari sarang asli.
Selain mengamati proses peneluran, kami juga menandai penyu dengan
pemasangan metal tag dan mengambil contoh kulit untuk dijadikan sampel
genetika. Pencarian malam itu selesai dengan membawa penyu Lekang
betina ke pos untuk dipasang alat pemancar satelit pada keesokan
harinya.
Pencarian malam kedua dilanjutkan. Seperti malam sebelumnya, kami
mencoba menyusuri sisi timur Pantai Jamursbamedi. Harapannya bertemu
penyu Belimbing. Di kawasan Warmamedi sekitar 5 kilometer dari pos
pengamatan, akhirnya kami mendapati penyu seberat hampir setengah ton
dengan panjang 2 meter naik ke pantai dan bertelur. Ini adalah penyu
Belimbing. Penyu yang biasa dijuluki ”dinosaurus terakhir” itu
merupakan satu-satunya penyu yang tak memiliki cangkang di punggungnya.
Kulitnya bergaris-garis menonjol menyerupai buah belimbing. Warnanya
hitam dengan bercak putih.
Untuk memonitoring penyu, kami menggunakan alat yang disebut
transmitter yang biasa dipasang di punggung penyu. Spesialis pemasang
transmitter dari Tim Konservasi Penyu WWF, I Made Jaya Ratha
mengatakan, pemasangan transmitter dilakukan untuk memudahkan memantau
pergerakan dan mengetahui jalur migrasi penyu. Terlebih lagi siklus
hidup penyu ini 99 persen berada di laut, jadi tidak kasatmata.
Dari hasil pantauan di dua pantai peneluran itu hingga kini diketahui,
penyu Lekang bermigrasi di sekitar laut Arafura. Sedangkan penyu
Belimbing adalah penyu yang punya kemampuan jelajah paling jauh dan
mampu menepuh perjalanan hingga 6.000 mil dalam waktu satu tahun lebih.
Di Indonesia, Penyu Belimbing hanya bertelur di Pantai Jamursbamedi dan
Warmon. Mereka pergi bermigrasi ke segala arah, menyusuri Papua hingga
ke Kepulauan Solomon, menuju selatan hingga ke Kepulauan Kei di Maluku
Tenggara, ke utara melampaui Filipina hingga ke Jepang, dan menyeberang
Samudera Pasifik hingga pantai barat California.
Sejak tahun 2003, sedikitnya 22 ekor penyu Belimbing dan 13 penyu
Lekang telah dipasangi alat pemancar satelit yang mengirimkan sinyal
setiap penyu muncul ke permukaan. Selama musim peneluran pada bulan
April hingga September, upaya konservasi dengan memonitor penyu
dilakukan pagi dan malam oleh para patroller. Biasanya pemonitoran
dilakukan dengan berjalan menyusuri bibir pantai. Mereka adalah
masyarakat lokal yang dilibatkan sebagai tenaga patroli dan dilatih
untuk menjaga serta mengawasi telur penyu.
Setiap sarang telur penyu akan ditandai patroller untuk mengetahui
berapa jumlah penyu yang datang dan bertelur hingga menjaga agar aman
dari para predator seperti biawak, babi hutan dan manusia. Bahkan jika
perlu melakukan relokasi atau pemindahan telur penyu.
***
SEBENARNYA, kenapa konservasi dan pemonitoran dua jenis penyu di Papua
itu sangat penting dilakukan? Barnabas Wurlianty, Project Leader, North
Papua Leatherback Habitat Managment World Wide Fund for Nature (WWF)
mengatakan, kawasan itu adalah kawasan penting dengan populasi penyu
yang datang untuk bertelur, dan merupakan satu-satunya tempat yang
jumlah populasinya tinggi dengan pantai peneluran yang cukup panjang,
khususnya di utara Papua. Meskipun di Amerika, Mexico dan India juga
terdapat tempat-tempat peneluran penyu tapi populasinya relatif kecil.
Begitu juga dengan daerah pantai penelurannya.
Menurut Barnabas, 20 tahun tertakhir ini populasi penyu di kawasan
Pasifik, yang merupakan jalur padat reptil ini, menurun drastis. Dari
catatan World Wild Fund WWF Indonesia, sepanjang 2008, hampir 5.000
penyu mendarat di sana. Sedangkan penyu Belimbing diperkirakan hanya
sekitar 2.000 yang tersisa. Padahal, dua dekade silam diperkirakan
mencapai 30 ribuan penyu dan di kawasan ini sendiri masih ditemukan 13
ribu sarang penyu.
cap : Ngobrol dengan Pak Barnabas Wurlianty, Project Leader North Papua Leatherback Habitat Managment WWF.
Banyak faktor yang mengancam keberlanjutan populasi penyu Belimbing dan
Lekang di pantai utara Papua. Penyebabnya, antara lain pemburuan liar
dan jaring penangkapan ikan yang sering terjadi di kawasan laut lepas,
predator alami, serta abrasi.
Namun manusia ternyata merupakan ancaman terbesar. Mereka memakan dan
menjual telur serta dagingnya. Bahkan aktivitasnya yang merusak pantai
tempat bertelur berakibat gagalnya telur penyu menetas. Kondisi itulah
yang menempatkan penyu di Papua menjadi penyu laut yang paling terancam
populasinya di dunia. Penyu belimbing masuk daftar merah Serikat
Internasional untuk Konservasi Sumber Daya Alam (IUCN). Artinya, hewan
itu memiliki risiko kepunahan paling tinggi.
Belum lagi proses keberhasilan penetasannya yang sangat rendah. Dari
sekitar seribu telur penyu, hanya satu yang selamat hingga dewasa.
Maka, usaha konservasi penyu pun mulai aktif dilakukan WWF dengan
melibatkan masyarakat lokal. Masyarakat pun diberi pemahaman pentingnya
menjaga penyu. Mereka diberi pemahaman pentingnya konservasi penyu di
wilayah mereka.
Konservasi penyu di Papua ini bermula dari survei udara di Pantai
Jamursbamedi di tahun 1980-an. Itu momen kali pertama diketahui bahwa
betapa pentingnya pantai tersebut sebagai habitat penyu Belimbing dan
Lekang. Di sepanjang 20 kilometer garis pantai saat itu ditemukan lebih
dari 250 ekor penyu betina datang untuk bertelur setiap malam pada
puncak musim peneluran.
Tempat Peneluran Terbesar di Pasifik
PELESTARIAN penyu Belimbing dan penyu Lekang punya arti penting bagi
ikan, manusia dan industri nelayan. Sebagai pemangsa ubur-ubur, penyu
Belimbing dan Lekang mampu mengatur keseimbangan populasi ubur-ubur di
laut. Jika populasi ubur-ubur berlebih, maka dia akan memangsa larva
ikan, sehingga populasi ikan jadi terancam. Karenanya, penyu-penyu ini
penting untuk dijaga kelestariannya.
Untuk memastikan adanya perlindungan pantai peneluran agar populasi
penyu khususnya penyu Belimbing di Pasifik agar tetap stabil atau
meningkat, melindunginya dari eksploitasi yang berlebihan dan
melindungi habitat-habitat pentingnya di Jamursbamedi dan Warmon,
dibuat kesepakatan bersama dengan menjadikan dua situs peneluran yakni
Jamursbamedi dan Warmon sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD)
Abun.
Sebelumnya wilayah ini masuk dalam ranah Sub-Balai Konservasi Sumber
Daya Alam BKSDA Papua I Sorong sebagai kawasan suaka margasatwa.
Dukungan nyata terhadap perlindungan penyu diperkuat dengan penetapan
KKLD Abun melalui Surat Keputusan SK Bupati Sorong No.142 tahun 2005
yang menetapkan kawasan laut dan pesisir Distrik Abun sebagai KKLD. Di
dalam SK itu dicantumkan luas pantai yang mencapai 169 ribu hektare,
dari garis pantai ke darat itu ada lebih dari 5 km.
KKLD Abun merupakan salah satu KKLD di pulau Papua yang memiliki
spesifikasi khusus yakni penetapan kawasan ini didasarkan karena
kawasan ini merupakan kawasan peneluran penyu belimbing terbesar di
Pasifik. Dengan demikian perlindungan terhadap kawasan perairan sebagai
rute migrasi dan perlidungan terhadap kawasan pantai dan hutan
disekitarnyanya menjadi prioritas.
KKLD Abun secara admintratif terletak dalam wilayah Distrik Sausapor
dan Distrik Abun Kabupaten Sorong Papua. Kasi Konservasi dan Pesisir
pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sorong, Linder Rouw
mengatakan, upaya penetapan KKLD ini dilakukan agar habitat peneluran
penyu tetap terjaga. Itu didorong oleh kesadaran pemerintah daerah
Kabupaten Sorong akan pentingnya kawasan ini bagi keberlanjutan penyu
terbesar di dunia ini.
KKLD Abun adalah salah satu contoh di mana penghargaan terhadap
perlindungan penyu patut diberikan kepada semua sektor, baik kepada
pemerintah, masyarakat sekitar maupun lembaga-lembaga pendidikan, para
akademikus, serta LSM-LSM.
Sebagai salah satu kawasan peneluran terbesar di pasifik dan sebagai
kawasan penting bagi keberlanjutan penyu terbesar di dunia, Pantai
Jamursbamedi dan Warmon menjadi harapan satu-satunya untuk
mempertahankan penyu dari kepunahan.
-non-
Publish on Harian Suara Merdeka 19.07.2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar