Senin, 11 Maret 2013

Tips ke Papua…




Tips en trik ketika berada di Papua sebenarnya tergantung ke mana arah angin membawamu. Maksudnya, tergantung wilayah yang  kamu tuju. Tapi secara umum sih ini ini juga bisa menjadi referensi

Nah, aku cerita saja soal pengalamanku dua kali pergi ke Papua

Pengalaman pertama:
Tujuanku ke Papua Barat, tepatnya ke Abun.
Ini trip nekat. Bagaimana nggak. Aku hanya butuh waktu empat jam untuk meng-iyakan pergi, persiapan dan berangkat menuju bandara A Yani Semarang. Tentu saja termasuk meyakinkan si emak dan mencari tiket ke Jakarta. Jujur aja kalau bisa dibilang aku nekat dan tanpa persiapan. Apalagi ternyata medan yang di sana butuh fisik plus..nekat tadi, hehe.


Lokasi yang kudatangi ke Sorong dulu. Di kota ini aku hanya transit karena tujuan justru ke wilayah Abun yang harus dijangkau dengan speed boat..hampir sampai ke Manokwari.
Artinya, aku dan rombongan akan menempuh jalur laut Pasifik hingga hutan yang jauh dari peradaban.
Nggak ada listrik, MCK (kami harus ke pantai en bikin lubang untuk berhajat seperti penyu bikin sarang untuk telurnya, hahaha), mandi harus nyari sungai di hutan yang katanya angker dengan penampakan, minum harus manjat pohon kelapa, makanan (praktis kami makan mie, sarden, kornet yang kami bawa dari Sorong dan makan hasil buruan kayak daging rusa dan baby gurita yang cuman dibakar di perapian (tapi gurih en yummyyy…lho)

Pengalaman kedua:
Pergi ke Papua. Tepatnya ke Pegunungan Tengah. Lebih enak karena  bukan perjalanan dadakan. Meski ke Wamena dan  harus menyusuri hutan di Taman Nasional Lorentz tapi servis cukup enak. Maksudnya, ketika tiba di Wamena, kami singgah di hotel kelas bintang tiga plus makan ala Jawa (nasi goreng ikan asin, sayur asem). Padahan hotel itu dari luar tampak seperti losmen..hiiii

Di Jayapura dan Sentani kami bisa makan penyet ayam khas Lamongan (penjualnya orang Lamongan beneran) dengan porsi nasi dan ayam yang extra large. Ya, karena banyak orang Jawa yang mengadu nasib di sana untuk berdagang. Soal harga juga ditanggung halal..mahal.
Pesan mie rebus harus keluar Rp 25 ribu. Ayam penyet Rp 25-30 ribu.
Jadi, harus bawa duit extra large juga karena barang di sana mahal...hehee. Di Wamena duit recehan (koin) nggak laku.
Di wamena, juga bisa karaokean meski malam itu mendengar kabar pesawat tergelincir waktu mendarat di Sentani, pengacara (aku lali jenenge) diculik di Raja Ampat. Atau penembakan di Puncak Jaya.
Tapi, nggak tahu ya kalau sekarang…hehe (tapi Papua itu kan luas, nggak perlu terlalu khawatir tapi juga nggak ada salahnya untuk tetap waspada)
Tapi secara umum karena di Papua itu daerah endemik malaria, jadi harus bersiap minum obat anti malaria (di manapun posisimu). Maksudnya untuk jaga-jaga. Kita nggak tahu kan mo di kota atau kampung tetap minum. Karena kalau tergigit makhluk yang satu ini, siksaan dan deritanya bakalan seumur hidup yee (kalau kumat..heee)

Di apotik emang jarang yang jual karena di Semarang kan nggak ada malaria. Kimia Farma biasanya cuman jual pil kina yang harus kamu minum seminggu sebelum, sesudah berangkat dan selama kamu di Papua. Minum setiap hari…(mending kena malaria deh..wkwkw)
Tapi coba cari di beberapa apotik namanya “MEXANQUIN” , itu cuman sekali minum.
Selain itu, bawa P3K secukupnya (standar). Itu obat pribadi yang kira-kira kita butuhkan kayak antangin, obat flu…dan permen, hihiii.


Jangan lupa bawa jaket, sepatu, masker, topi, syal, kaos kaki, sarung tangan, backpack
Meski jaket hanya kupakai waktu di Wamena karena masih duingiiiinnya minta ampun. Jam 7 pagi masih mengeluarkan uap ketika bicara..bbbrrr.
Di Jayapura sangat panas dan bikin geraaah. Jadi kamu tahu apa yang kira-kira harus kamu pakai. Singlet???...oh noo….
Kalau ditempat dingin sih, kita bahkan bisa jarang ganti baju. Nggak masalah…anggap aja kayak  di Eropa, hihiii .Yang jelas sih pakai yang praktis-praktis aja.

Jangan lupa bawa kamera dan motret sebanyak-banyaknya. Kalau nggak bawa..bisa rugi… tapi hati-hati jangan asal motret, terutama motret orang pakai pakaian adat (koteka atau saly/ perempuan)..karena nanti bisa ditodong bayaran. Kamu harus membayar karena memotret mereka…hiii

Makanya ketika tiba di Bandara Wamena, langsung diingatkan..”Sebaiknya nggak keluarin kamera en motret.” Ya,  tahan diri dulu atau bakalan ngeliat orang berkoteka beraksi narsi di depanmu, kemudian meminta uang karena ulahmu…hahahhaa.

Untuk urusan duit, bawalah ATM MANDIRI karena di Papua itu mandiri sangat merajai. Kalau nggak ada ya pakai ATM yang berlogo VISA atau ATM bersama…jad bisa tarik tunai di anjungan mandiri juga.
Sinyal? Pakailah telkomsel. Operator ini cukup kuat . Sama halnya dengan bank itu.
Ini bukan promosi…kalau nekat? Ya nyesal aja deh, hihii


Setiap lokasi itu juga hampir beda kebiasaan bahkan orang-orangnya juga. Stigma umum sih kita selalu menganggap kalau orang Papua itu kasar, ‘’mengerikan’’ dan ‘’jahat’’ terhadap pendatang.
Aku pernah membaca cerita salah seorang teman jurnalis yang beberapa kali pergi ke Papua. Doski upload notes di facebook soal pengalamannya ketika digedor orang tak dikenal di hotelnya dan bagaimana dia sangat ketakutan sekali.
Kalau menurutku itu LEBAY…please deh. Jangan bikin orang ketakutan dengan saudara sendiri. Mereka sangat sopan! Remember this…
Kenapa aku bilang begitu? Karena selama aku di pedalaman Papua yang jauh dari peradaban, aku tidak pernah mendengar mereka berbicara dengan suara keras, lantang bahkan berteriak.
Mereka itu kalau berbicara justru tidak membuka mulut, jadi kadang kalau nggak memperhatikan gerakan mulut, kita nggak ngerti apa yang dikatakan..hehe

Bagaimana bersikap? Yo biasa wae. Nggak usah lebay. Maksudnya kita bisa beramah tamah secukupnya dengan masyarakat sekitar karena sebenarnya mereka juga suka diajak ngobrol. Tapi jangan keterusan. Hanya basa basi aja karena kita ini tamu.

Aku pernah punya pengalaman bagaimana tiba-diba diacungi golok dan diusir salah seorang warga. Tapi, dia seperti itu pasti ada alasannya. Bicara baik-baik dan nggak emosi itu kunci menghadapi mereka.
Di Wamena ketika diajak ke salah satu kampung. Aku sengaja mendekati mereka hanya basa basi apa yang sedang mereka lakukan..dan mereka welcome sekali. Bahkan sangat sungguh-sungguh mengajari aku dengan telaten bagaimana membuat noken (tas akar). Mereka sangat senang.

Wah..wah..wah…(ucapan salam ketika senang bertemu)

Tapi ketika iseng jalan-jalan ke pasar dan ketemu dengan pendatang (orang Surabaya yang buka warung makan), dia cerita kalau jangan percaya 100% dengan penduduk setempat. Dia cerita sebagai orang baru suka dikerjain, dimakanan ditaruh binatang atau paku…dengan begitu si oknum pribumi ini akan komplain dan minta ganti rugi. Kalau dikit sih oke, lha dia asal nyebut nominal. Kalau nggak sepakat urusannya bisa ke pangadilan.

Atau waktu di Wamena, harus hati-hati kalau di jalan atau mengendarai mobil. Kalau ada babi lewat, dirimu harus mengalah. Kalau nggak bisa-bisa nabrak dan apeslah dirimu karena dimintai tanggungjawab ganti rugi yang nilainya (asal sebut) bisa bikin pingsan nggak bangun karena sampai puluhan juta.

Oh ya, karakter penduduk yang tinggal di pesisir dan di hutan juga beda. Itu juga perlu kamu pelajari. Tapi intinya mereka tidak berbahaya kok..hee
Cuman kalau kamu di pesisir ya akan banyak menu seafood, papeda. Tapi kalau di hutan ya siap-siap makan hipere / ubi jalar..hahaaa

Jadi, SOP nya…pahami karakter orang di sana dan aktivitas mereka ketika kamu ingin membaur.
Jurnalisme empati nggak hanya diterapkan ketika kita liputan bencana atau di wilayah konfik aja. Untuk apapun ya itu resep terbaik. Gunakan jurnalisme empati!

Manfaatkan networking. Kontaklah teman-temanmu yang ada di Papua, kalau ternyata mereka jauh dari jangkauanmu, bisa minta kontak rekan mereka yang terdekat. Karena kalau kamu sendiri di sana pasti nggak akan bisa bekerja. Ora ngerti panggonan  kan bisa repot.
Kalau terpaksa ya dirimu bisa ‘’memelihara’’ pemandu dari penduduk setempat. Ini juga harus selektif karena cari orang yang bisa benar-benar dipercaya dengan sekali ketemu kan nggak mudah.
Cari yang tahu seluk beluk situlah. Soal bayarannya…I don’t know..hehee

Kalau aku sih kebetulan dua kali ke Papua selalu berhasil berjumpa dengan kawan lama. Enak, bisa dapat rujukan lebih en tentunya diajak keliling juga kan..

Apalagi yaaa…tar kalau ada lagi kutambahkan..*ngingat-ngingat dulu*

Oh ya, jangan lupa bikin catatan perjalana dan cicipin semua makanan khas mereka…..hehee

Intinya sih…seru, asyik dan kereeeeen. Dan bikin ketagihan pengin kesana lagi..

Jadi, siapa yang menawarkan saya untuk pergi ke Papua? Syaratnya mudah kok. Saya cukup minta gratisan saja…untuk akomodasi…hiiiyaaaaa…


2 komentar:

  1. Bolehkah recommend losmen yang murah dan selamat diWamena, IJ. Juga bolehkah recommend seorang "local guide"? Terima kasih.

    Saya dari Malaysia dan akan melawat IJ pada Mei 2017.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haloo Bernard, terimakasih sudah berkunjung ke blog ini. Sebaiknya, datangi tourist center yang ada di bandara sentani atau wamena. Di sana akan mendapat info yang lebih lengkap.
      saya tidak bisa merekomendasikan karena waktu itu saya pergi bersama WWF, jadi semua sudah diatur.

      locaal guide tidak bisa sembarangan meski di sekitar bandara sangat banyak. Pesan saya, berhati-hati saja.Cari info di tempat resmi seperti tourist center atau information center di bandara, baru setelah itu telepon losmen atau hotel untuk bertanya tarifnya

      Di wamena biaya hidup cukup mahal karena akses di sana yang terbatas

      Selamat menikmati liburan dan jangan takut ke Papua..Indonesia itu beautiful :)

      Hapus