Nah, aku cerita saja soal pengalamanku dua kali pergi ke
Papua
Pengalaman pertama:
Tujuanku ke Papua Barat, tepatnya ke Abun.
Ini trip nekat. Bagaimana nggak. Aku hanya butuh waktu empat
jam untuk meng-iyakan pergi, persiapan dan berangkat menuju bandara A Yani
Semarang. Tentu saja termasuk meyakinkan si emak dan mencari tiket ke Jakarta. Jujur
aja kalau bisa dibilang aku nekat dan tanpa persiapan. Apalagi ternyata medan
yang di sana butuh fisik plus..nekat tadi, hehe.
Lokasi yang kudatangi ke Sorong dulu. Di kota ini aku hanya
transit karena tujuan justru ke wilayah Abun yang harus dijangkau dengan speed
boat..hampir sampai ke Manokwari.
Artinya, aku dan rombongan akan menempuh jalur laut Pasifik
hingga hutan yang jauh dari peradaban.
Nggak ada listrik, MCK (kami harus ke pantai en bikin lubang
untuk berhajat seperti penyu bikin sarang untuk telurnya, hahaha), mandi harus
nyari sungai di hutan yang katanya angker dengan penampakan, minum harus manjat
pohon kelapa, makanan (praktis kami makan mie, sarden, kornet yang kami bawa
dari Sorong dan makan hasil buruan kayak daging rusa dan baby gurita yang cuman
dibakar di perapian (tapi gurih en yummyyy…lho)
Pengalaman kedua:
Pergi ke Papua. Tepatnya ke Pegunungan Tengah. Lebih enak
karena bukan perjalanan dadakan. Meski
ke Wamena dan harus menyusuri hutan di
Taman Nasional Lorentz tapi servis cukup enak. Maksudnya, ketika tiba di Wamena,
kami singgah di hotel kelas bintang tiga plus makan ala Jawa (nasi goreng ikan
asin, sayur asem). Padahan hotel itu dari luar tampak seperti losmen..hiiii
Di Jayapura dan Sentani kami bisa makan penyet ayam khas Lamongan
(penjualnya orang Lamongan beneran) dengan porsi nasi dan ayam yang extra large.
Ya, karena banyak orang Jawa yang mengadu nasib di sana untuk berdagang. Soal
harga juga ditanggung halal..mahal.
Pesan mie rebus harus keluar Rp 25 ribu. Ayam penyet Rp
25-30 ribu.
Jadi, harus bawa duit extra large juga karena barang di sana
mahal...hehee. Di Wamena duit recehan (koin) nggak laku.
Di wamena, juga bisa karaokean meski malam itu mendengar
kabar pesawat tergelincir waktu mendarat di Sentani, pengacara (aku lali
jenenge) diculik di Raja Ampat. Atau penembakan di Puncak Jaya.
Tapi, nggak tahu ya kalau sekarang…hehe (tapi Papua itu kan luas, nggak perlu
terlalu khawatir tapi juga nggak ada salahnya untuk tetap waspada)
Tapi secara umum karena di Papua itu daerah endemik malaria,
jadi harus bersiap minum obat anti malaria (di manapun posisimu). Maksudnya
untuk jaga-jaga. Kita nggak tahu kan mo di kota atau kampung tetap
minum. Karena kalau tergigit makhluk yang satu ini, siksaan dan deritanya
bakalan seumur hidup yee (kalau kumat..heee)
Di apotik emang jarang yang jual karena di Semarang kan
nggak ada malaria. Kimia Farma biasanya cuman jual pil kina yang harus kamu
minum seminggu sebelum, sesudah berangkat dan selama kamu di Papua. Minum
setiap hari…(mending kena malaria deh..wkwkw)
Tapi coba cari di beberapa apotik namanya “MEXANQUIN” , itu
cuman sekali minum.
Selain itu, bawa P3K secukupnya (standar). Itu obat pribadi
yang kira-kira kita butuhkan kayak antangin, obat flu…dan permen, hihiii.
Jangan lupa bawa jaket, sepatu, masker, topi, syal, kaos
kaki, sarung tangan, backpack
Meski jaket hanya kupakai waktu di Wamena karena masih
duingiiiinnya minta ampun. Jam 7 pagi masih mengeluarkan uap ketika
bicara..bbbrrr.
Di Jayapura sangat panas dan bikin geraaah. Jadi kamu tahu
apa yang kira-kira harus kamu pakai. Singlet???...oh noo….
Kalau ditempat dingin sih, kita bahkan bisa jarang ganti
baju. Nggak masalah…anggap aja kayak di
Eropa, hihiii .Yang jelas sih pakai yang praktis-praktis aja.
Jangan lupa bawa kamera dan motret sebanyak-banyaknya. Kalau
nggak bawa..bisa rugi… tapi hati-hati jangan asal motret, terutama motret orang
pakai pakaian adat (koteka atau saly/ perempuan)..karena nanti bisa ditodong
bayaran. Kamu harus membayar karena memotret mereka…hiii
Makanya ketika tiba di Bandara Wamena, langsung diingatkan..”Sebaiknya
nggak keluarin kamera en motret.” Ya, tahan
diri dulu atau bakalan ngeliat orang berkoteka beraksi narsi di depanmu, kemudian
meminta uang karena ulahmu…hahahhaa.
Untuk urusan duit, bawalah ATM MANDIRI karena di Papua itu
mandiri sangat merajai. Kalau nggak ada ya pakai ATM yang berlogo VISA atau ATM
bersama…jad bisa tarik tunai di anjungan mandiri juga.
Sinyal? Pakailah telkomsel. Operator ini cukup kuat . Sama
halnya dengan bank itu.
Ini bukan promosi…kalau nekat? Ya nyesal aja deh, hihii
Setiap lokasi itu juga hampir beda kebiasaan bahkan
orang-orangnya juga. Stigma umum sih kita selalu menganggap kalau orang Papua
itu kasar, ‘’mengerikan’’ dan ‘’jahat’’ terhadap pendatang.
Aku pernah membaca cerita salah seorang teman jurnalis yang beberapa
kali pergi ke Papua. Doski upload notes di facebook soal pengalamannya ketika
digedor orang tak dikenal di hotelnya dan bagaimana dia sangat ketakutan
sekali.
Kalau menurutku itu LEBAY…please deh. Jangan bikin orang
ketakutan dengan saudara sendiri. Mereka sangat sopan! Remember this…
Kenapa aku bilang begitu? Karena selama aku di pedalaman Papua
yang jauh dari peradaban, aku tidak pernah mendengar mereka berbicara dengan
suara keras, lantang bahkan berteriak.
Mereka itu kalau berbicara justru tidak membuka mulut, jadi
kadang kalau nggak memperhatikan gerakan mulut, kita nggak ngerti apa yang
dikatakan..hehe
Bagaimana bersikap? Yo biasa wae. Nggak usah lebay.
Maksudnya kita bisa beramah tamah secukupnya dengan masyarakat sekitar karena
sebenarnya mereka juga suka diajak ngobrol. Tapi jangan keterusan. Hanya basa
basi aja karena kita ini tamu.
Aku pernah punya pengalaman bagaimana tiba-diba diacungi
golok dan diusir salah seorang warga. Tapi, dia seperti itu pasti ada
alasannya. Bicara baik-baik dan nggak emosi itu kunci menghadapi mereka.
Di Wamena ketika diajak ke salah satu kampung. Aku sengaja
mendekati mereka hanya basa basi apa yang sedang mereka lakukan..dan mereka
welcome sekali. Bahkan sangat sungguh-sungguh mengajari aku dengan telaten
bagaimana membuat noken (tas akar). Mereka sangat senang.
Wah..wah..wah…(ucapan salam ketika senang bertemu)
Tapi ketika iseng jalan-jalan ke pasar dan ketemu dengan
pendatang (orang Surabaya yang buka warung makan), dia cerita kalau jangan
percaya 100% dengan penduduk setempat. Dia cerita sebagai orang baru suka
dikerjain, dimakanan ditaruh binatang atau paku…dengan begitu si oknum pribumi
ini akan komplain dan minta ganti rugi. Kalau dikit sih oke, lha dia asal
nyebut nominal. Kalau nggak sepakat urusannya bisa ke pangadilan.
Atau waktu di Wamena, harus hati-hati kalau di jalan atau
mengendarai mobil. Kalau ada babi lewat, dirimu harus mengalah. Kalau nggak
bisa-bisa nabrak dan apeslah dirimu karena dimintai tanggungjawab ganti rugi
yang nilainya (asal sebut) bisa bikin pingsan nggak bangun karena sampai puluhan
juta.
Oh ya, karakter penduduk yang tinggal di pesisir dan di
hutan juga beda. Itu juga perlu kamu pelajari. Tapi intinya mereka tidak
berbahaya kok..hee
Cuman kalau kamu di pesisir ya akan banyak menu seafood,
papeda. Tapi kalau di hutan ya siap-siap makan hipere / ubi jalar..hahaaa
Jadi, SOP nya…pahami karakter orang di sana dan aktivitas
mereka ketika kamu ingin membaur.
Jurnalisme empati nggak hanya diterapkan ketika kita liputan
bencana atau di wilayah konfik aja. Untuk apapun ya itu resep terbaik. Gunakan
jurnalisme empati!
Manfaatkan networking. Kontaklah teman-temanmu yang ada di Papua,
kalau ternyata mereka jauh dari jangkauanmu, bisa minta kontak rekan mereka
yang terdekat. Karena kalau kamu sendiri di sana pasti nggak akan bisa bekerja. Ora
ngerti panggonan kan bisa repot.
Kalau terpaksa ya dirimu bisa ‘’memelihara’’ pemandu dari
penduduk setempat. Ini juga harus selektif karena cari orang yang bisa
benar-benar dipercaya dengan sekali ketemu kan nggak mudah.
Cari yang tahu seluk beluk situlah. Soal bayarannya…I don’t
know..hehee
Kalau aku sih kebetulan dua kali ke Papua selalu berhasil
berjumpa dengan kawan lama. Enak, bisa dapat rujukan lebih en tentunya diajak
keliling juga kan..
Apalagi yaaa…tar kalau ada lagi
kutambahkan..*ngingat-ngingat dulu*
Oh ya, jangan lupa bikin catatan perjalana dan cicipin semua
makanan khas mereka…..hehee
Intinya sih…seru, asyik dan kereeeeen. Dan bikin ketagihan
pengin kesana lagi..
Jadi, siapa yang menawarkan saya untuk pergi ke Papua? Syaratnya
mudah kok. Saya cukup minta gratisan saja…untuk akomodasi…hiiiyaaaaa…
Bolehkah recommend losmen yang murah dan selamat diWamena, IJ. Juga bolehkah recommend seorang "local guide"? Terima kasih.
BalasHapusSaya dari Malaysia dan akan melawat IJ pada Mei 2017.
Haloo Bernard, terimakasih sudah berkunjung ke blog ini. Sebaiknya, datangi tourist center yang ada di bandara sentani atau wamena. Di sana akan mendapat info yang lebih lengkap.
Hapussaya tidak bisa merekomendasikan karena waktu itu saya pergi bersama WWF, jadi semua sudah diatur.
locaal guide tidak bisa sembarangan meski di sekitar bandara sangat banyak. Pesan saya, berhati-hati saja.Cari info di tempat resmi seperti tourist center atau information center di bandara, baru setelah itu telepon losmen atau hotel untuk bertanya tarifnya
Di wamena biaya hidup cukup mahal karena akses di sana yang terbatas
Selamat menikmati liburan dan jangan takut ke Papua..Indonesia itu beautiful :)